Rokok

Aku benci rokok, amat-sangat-membencinya. Bagaimana ayah pergi meninggalkanku dan ibu dengan perempuan jalang perokok itu, dan kemudian entah sejak kapan pemandangan ibu menghisap barang sialan itu mulai biasa aku lihat sehari-hari. Tanpa sadar ibu semakan mirip wanita jalang yang pergi bersama ayah dan aku pun mulai membencinya juga, wangi ibu sudah tidak lembut seperti dulu tergantikan oleh bau asap sialan. Itulah mengapa aku memilih tinggal bersama kakek dan nenek, jauh dari asap yang mengingatkanku pada bau wanita jalang.
***
Pria itu tidak pernah mendengar larangan merokok keluar dari bibir wanita yang dicintainya, tapi sangat jelas terlihat wanita itu tidak suka melihatnya merokok. Maka sejak saat itu si pria berusaha untuk berhenti merokok, sampai pada suatu malam, malam dimana seharusnya ia memberikan kejutan untuk si wanita, tetapi justru wanita itu yang memberikannya kejutan, pria itu melihat langsung bagaimana bibir perempuan yang dicintainya itu bersentuhan dengan bibir pria lain. Merasa marah? Tidak, ada satu perasaan yang jauh lebih kuat, kecewa. Maka pria itu beranjak pergi, menuju minimarket terdekat dan membeli sebungkus rokok kesukaannya, ingin membakar rekaman kejadian dengan tiap hembusan asap rokok yang dihisapnya, tapi sayangnnya kini rokok tidak terasa nikmat seperti dulu.
***
Tidak jauh dari tempatku duduk aku melihat seorang pria sedang merokok, sampai akhirnya datang perempuan yang terlihat kesal melihat si pria merokok, terlihat pria itu merasa bersalah dan segera membuang rokoknya, setelah itu entah apa yang mereka bicarakan aku sudah tak ingin peduli. Beberapa orang berhenti merokok bukan karena khawatir akan terserang penyakit seperti kalimat munafik yang tertera pada bungkus rokok, tapi karena mereka menyayangi orang-orang yang menghawatirkan mereka. Tapi aku? Hah persetan, tidak akan ada yang sedih apabila aku terserang jantung atau apapun itu, aku akan terus merokok sebanyak yang kumau.
***

Wanita itu bosan, sedari tadi dia hanya duduk di café dan menghisap rokoknya tanpa jeda. Putus dari pria cerewet itu ternyata tidak membuat lega. Entah kenapa dia berharap pria itu datang dan menegurnya karena masih saja merokok, seperti yang biasa pria itu lakukan sebelum si wanita melakukan kebodohan dengan cara mengakhiri hubungan mereka. Ditatapnya terus pintu café itu sampai akhirnya pandangannya mulai buram terhalang air mata, dimatikan rokoknya yang belum habis setengah, diteguknya kopi hitam pekat yang sudah dingin, sesuatu yang juga dibenci si pria, sama seperti rokok.

Komentar

Postingan Populer