(Cerita Foto) Pasar, Datang dan Berlalu
Mejamkan mata sambil mendengar alunan musik dangdut bajakan yang disetel beriringan dengan lantunan kaset ayat Al-Quran, penjual dawet di sebelah saya acuh, tetap sibuk membuat dawet. Kesibukan membuatnya tidak lagi peduli dengan hal yang dianggap tidak dapat menghidupinya.
Pasar bisa menjadi wadah alternatif silaturahmi, bertukar kebutuhan, bisa pula bertukar informasi, tentu saja, di sini segala informasi tersebar dengan cepat dan berlalu pula dengan cepat.
Di pasar ini tertawa adalah hal yang langka, bagaimana sempat tertawa ketika anak yang mereka bawa menangis keras minta mainan, ada lagi ibu-ibu di tangan kirinya menggendong anak sedangkan tangan kanan-nya membawa plastik sayur, bapak-bapak kuli panggul yang entah keringatnya jatuh ke mana, ke sayur kah? Ke daging? Ah sudahlah.
Kemudian ada pula para penjual kaset bajakan yang tidak lagi peduli dengan nada yang ia pilih, terdengar alunan dangdut koplo yang bersahut-sahutan dengan lantunan ayat Al-Quran, saling berlomba mencari perhatian. Tapi perihal perhatian, tentu para makhluk visual lebih tertarik kepada kaset yang menampilkan biduan dengan lekuk khas kaum hawa.
Tapi tunggu, aku menemukan hal unik. Di tengah kesibukan pasar, bocah yang usianya belum melebihi lima jari sedang mengumandangkan adzan dengan suara pra-puber miliknya. Aku tertawa, menyebut bahasa arab saja dia belum benar, tapi keseriusan sungguh terdengar dari suaranya. Sebenarnya dia sedang apa? Bukankah ini baru pukul 08.00?
Beberapa orang perhatiannya sempat direbut oleh anak tersebut, namun dengan cepat kembali melanjutkan aktivitas mereka.
Tentu saja di pasar ini semua hal terasa berlalu dengan cepat. Baik itu hal lucu, sedih, menakutkan, serta hal tak terduga lainnya.
Kesulitan hidup membuat mereka tak lagi peduli dengan hal yang dianggap tidak menghidupi. Mereka akan menertawakan hal lucu seperlunya dan menangisi hal sedih sewajarnya.
Sedang aku, masih terpaku dengan sosok anak kecil pengumandang adzan. Bukankah aku merasa rindu? Iya aku bertanya pada diriku sendiri, rindukah aku dengan anak-anak yang melantunkan adzan dan bukan musik yang seharusnya belum mereka nyanyikan?
Komentar
Posting Komentar